Tawassuth.com – Hampir kebanyakan masyarakat Indonesia ketika mendengar nama Madura akan terbayang suatu daerah yang masyarakatnya religius. Ketaatannya pada nilai-nilai ajaran agama sangat kuat dan kepatuhannya terhadap kiai melebihi apapun, baik itu kepada para pejabat, atau institusi negara.
Figur kiai di Madura sangat besar sekali pengaruhnya. Sebab, kiai dianggap sebagai orang yang dekat dengan Sang Pencipta (Allah). Dengan mengagungkan sosok kiai dipercaya oleh masyarakat akan membawa keberkahan terhadap jalan kehidupan yang lebih baik.
Madura, bukan hanya dikenal daerah yang religius, tetapi masyarakatnya dinilai memiliki jiwa yang keras dan sangat menjunjung tinggi harga diri. Barangkali kita mengenal istilah carok (Baca: Carok) atau lebih dikenal oleh masyarakat umum sebagai duel maut untuk menuntaskan permasalahan—menggunakan celurit. Dan ini sudah menjadi tradisi di Madura.
Buku Menabur Karisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim Kembar di Madura karya Abdur Rozaki yang ditulis secara sistematis dan sangat menarik untuk dibahas terutama pada bagian relasi kiai dengan blater. Untuk itu, penulis akan fokus pada satu topik ini.
Mengenal Kiai dan Blater di Madura
Abdur Rozaki memberi gambaran tentang kiai yang oleh masyarakat Madura begitu sangat dihormati. Kiai mendapat tempat yang luhur dan dianggap sebagai guru dalam mengajarkan kebaikan, pedoman dalam menjalani kehidupan dunia dan akhirat melalui pengetahuan agama.
Seperti yang telah disinggung di muka, bahwa kiai mendapat kedudukan sosial yang lebih tinggi di masyarakat daripada pejabat dan institusi negara. Tentu, karena kiai dalam kehidupan sosial selalu membersamai masyarakat, seperti acara-acara keagamaan figur kiai selalu dihadirkan.
Kedekatan penduduk dengan kiai seringkali menimbulkan prestise sosial tersendiri, sehingga memunculkan rasa kebanggaan pula. Misalnya, orang Madura sangat senang bila kedatangan tamu seorang kiai di rumahnya (hlm. 28).
Lebih jauh, keluarga kiai di masyarakat Madura mendapatkan perlakuan yang sangat istimewa. Abdur Rozaki memberi contoh seperti para keturunan Syaikhona Kholil Bangkalan (Bani Kholil) selalu mendapat tempat khusus di masyarakat.
Penghormatan begitu tinggi oleh masyarakat Bangkalan, khususnya terhadap Bani Kholil, memang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh Islamisasi yang dilakukan oleh Kiai Kholil di Bangkalan (hlm. 67).
Selain itu, kelas sosial yang mendapatkan tempat hampir setara dengan kiai adalah blater. Blater merupakan orang yang memiliki mental keberanian di atas rata-rata, mampu olah kanuragan, dan punya daya karismatik.
Orang blater tidak semerta-merta mendapatkan tempat di hati masyarakat kalau belum melakukan tindakan kriminal, seperti merampok, mencuri, dan carok. Blater yang keluar sebagai pemenang carok secara langsung akan disegani oleh masyarakat.
Seorang blater akan sulit memperoleh pengakuan sebagai seorang jagoan atau orang kuat di desa tanpa sebelumnya pernah membuktikan bahwa dirinya memiliki kepandaian dan keterampilan dalam ilmu bela diri atau ilmu magis. Pengakuan akan didapatkan secara lebih kuat lagi kalau sosok tersebut pernah terlibat dalam peristiwa carok (hlm.41)
Fenomena blater yang terjadi di Madura sebetulnya tidak beda jauh dengan jawara di Banten. Faktor ekonomi dapat mempengaruhi muncul kejatahan seperti yang contohkan oleh Abdur Rozaki, bahwa kemunculan blater disebabkan oleh kemiskinan. Blater melakukan cara-cara kriminal seperti mencuci, membegal, dilakukan secara spontan untuk bertahan hidup.
Kemunculan blater yang dikemukakan oleh Abdur Rozaki tidak beda jauh dengan H.M.A Tihami dalam tesisnya Kiyai dan Jawara di Banten (1992), melihat fenomena adanya jawara dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi. Jawara digambarkan tidak punya pekerjaan sehingga sering melakukan kriminal.
Abdur Rozaki, mengindentifikasi mengapa dua figur ini mendapat pengaruh besar di masyarakat. Pertama, doktrin agama yang kuat di Madura sudah mengakar dan menciptakan pandangan bahwa seorang kiai harus ikuti setiap ajarannya dan inilah yang menciptakan hegemoni. Sedangkan blater menciptakan pengaruhnya dengan cara penindasan.
Artinya, dua figur ini sangatlah kontras seperti hitam dan putih. Kiai dan blater digambarkan oleh Abdur Rozaki saling tarik-menarik pengaruh di masyarakat karena sama-sama memiliki kepentingan.
Bahkan, kiai dan blater saling memberikan kritik satu sama lain. Kiai mengkritik tingkah laku blater yang berlawanan dengan ajaran agama seperti sambung ayam, berjudi dan melakukan karapan sapi. Sedangkan blater mengkritik kiai karena sudah merambah ke dunia politik.
Titik Temu Kiai dan Blater di Madura
Walaupun dua figur ini saling bertentangan satu sama lain, tapi Abdur Rozaki secara mengejutkan mengatakan bahwa mereka terkadang saling membutuhkan satu sama lain. Dalam buku ini, Abdur memberi beberapa contoh kasus relasi Kiai dengan Blater.
Misalnya, seorang blater mendekat kepada kiai biasanya meminta mantra-mantra yang untuk kepentingan keselamatan diri. Tradisi yang biasa saat mendapatkan mantra dan jimat akan memberi uang dengan besaran semampunya. Abdur Rozaki mengatakan, hubungan blater dengan kiai akan lebih erat jika blater tersebut pernah menjadi santrinya.
"Fenomena sosial yang ada, hampir setiap kiai memiliki "kedekatan dengan blater, begitu juga sebaliknya. Sebab itu, tidak heran bila aksi kekerasan yang dilakukan blater sering kali mendapatkan legitimasi keagamaan. Bahkan, seorang blater dapat pula berasal dari lingkungan atau trah seorang kiai,"
Bahkan, seorang blater pernah disuruh oleh kiai untuk membereskan masalah yang melibatkan para kiai Madura dalam kasus Kredit Usaha Tunai (KUT). Media yang memberitakan kasus ini membuat gerah sehingga terjadi teror-teror sampai tidak ada lagi pemberitaan.
Kendati demikian, buku ini merupakan tinjauan kritis terhadap masyarakat Madura yang memiliki keunikan tersendiri. Di balik religiusitas ketaatan pada agama terdapat pula figur lain yang kontras dengan carok yang berbeda. Tentu, banyak faktor selain ekonomi yang memunculkan fenomena blater. Tapi buku ini dirasa sangat komprehensif dalam membahas secara tuntas ke-blater-an.*
18 Januari 2022
Penulis: Abdur Rozaki
Judul buku: Menabur Karisma Menuai Kuasa
Penerbit: Ircisod
Tahun terbit: Juni 2021
Halaman: 200 hlm
Tags
Buku