Nomor kamar diberikan oleh panitia. Tertulis 644 lantai enam di Hotel Mercure Ancol. Saya tidak sendirian di kamar itu, sebab masing-masing peserta PK-230 Tandara Agni mendapatkan satu kamar yang diisi dua orang.
Penasaran dengan nama Rahyanditya Ilham kemudian saya membuka LinkedIn—mengingat aplikasi itulah yang diwajibkan oleh LPDP untuk didownload dan kami harus saling terkoneksi satu sama lain.
Ilham usianya lebih tua daripada saya. Dia masuk ITB tahun 2010 dan keluar tahun 2015. Mukanya seperti Peranakan Tionghoa. Saya sempat menduganya Kristen, tetapi masih ragu karena nama belakangnya terdapat Ilham.
Akhirnya, saya masuk ke kamar nomor 644. Belum ada Ilham sama sekali. Namun, sorenya Ilham ada di kamar. Kami bertegur sapa. "Assalamualaikum," kata saya. Ilham menyahut salam saya dengan penuh senyuman.
Kami mengobrol. Obrolan basa-basi anak LPDP biasanya dimulai dengan pertanyaan studi di mana atau kampus apa? "Saya di Engineering and Management di Melbourne University," katanya. Wah keren, saya memujinya.
Tentu dia juga bertanya balik kepada saya. Saya jelaskan bahwa saya studi di Antropologi, UGM. Kamu akhirnya berlanjut pada obrolan seputar dunia kerja. Ilham sudah punya perkejaan—tepatnya di Telkomsat.
Saya memujinya bahwa lulusan ITB jarang ada yang menganggur karena perusahaan siap menampungnya. "Alhamdulillah, Kang," katanya. Wah, saya berpikir nampaknya Ilham memang Muslim.
Tapi saya belum percaya sepenuhnya karena teman-teman saya yang suka bilang Alhamdulillah, Masya Allah—adalah Kristen. Ilham bertanya kepada saya soal asal domisili dan saya menjelaskan asal Banten. "Tiasa Sunda berarti?" Tanyanya. Saya mengangguk.
Kami akhirnya berbicara sepanjang perkenalkan menggunakan bahasa Sunda. Ilham bisa Sunda karena memang asli Bandung, kuliah pun di sana. Tapi berumah tangga di Bogor. Dia nampaknya sudah memiliki satu orang anak, itu saya lihat dari postingannya di Instagram.
Pada saat saya mau melaksanakan solat Ashar. Ilham bilang "Pakai saja sajadah punya saya, Kang," perintahnya. Mantaplah di sini bahwa Ilham memang beragama Islam—hanya mukanya saja yang meragukan.
***
Kami di acara tidak banyak mengobrol karena acara PK itu begitu padat. Adapun di kamar sudah dalam keadaan letih. Saya selalu pulang ke kamar lebih awal—jam 10 malam tepatnya. Sedangkan Ilham jam 11 malam. Jadi jika saya masih terjaga sedikit saya tanya-tanya apa yang dilakukannya.
Waktu tidak terasa sudah menunjukkan 13 Mei 2024. Kami bertemu di kamar kembali—itu karena saya dan Ilham punya kartu kamarnya masing-masing. Ilham sudah mandi dan bersiap-siap menggunakan baju adat khas Jawa Barat.
"Lho, baju dan celananya warna hitam juga Kang?" Tanya saya.
"Muhun atuh, da, orang Sunda," jawabnya.
"Kok acukna sama dengan yang punya saya," kata saya.
"Iya, yang saya beli di Shopee 80 ribu," jawab Ilham sambil memamerkan bajunya.
Saya tertawa karena baju saya pun beli 80 ribu—percis sama yang digunakan Ilham. Memang satu toko nampaknya cuma beda platform saja. Cuma Ilham tidak menggunakan ikat kepala khas Baduy seperti yang saya pakai.
Ikat kepala yang digunakan Ilham hitam bercampur merah sedikit. Saya tidak tahu itu khas mana. Kemungkinan tetap khas Bogor. Entahlah saya tidak begitu paham pakaian adat dari berbagai macam daerah.
Kami turun bareng-bareng dan tergesa-gesa dan mengisi absen di masing-masing kelompok. Malam itu, acara selesai ditutup oleh Pak Dwi Larso selaku Direktur LPDP Kemenkeu. Ada rasa haru dan sedih juga karena harus berpisah dengan baru.
Acara yang ditunggu adalah foto bersama. Saya foto sana sini baik dari kelurahan LPDP-UGM, Divisi Sosial Media, dan juga Kelompok Indranila. Selesai dari situ, Ilham datang kepada saya dan meminta foto bersama. Saya sangat antusias dan membolehkannya.
"Sesudah akang nanti pakai handphone saya, ya, Kang. Tapi saya handphone saya jelek sekali," kata saya.
"Teu nanaon Kang." Sat set sat set.
Foto bersama beres. Saya mengucapkan banyak kata maaf kalau ada salah dan sedikit berpelukan layaknya seorang kakak berpisah dengan adiknya. Kemudian mendoakan Ilham lancar studinya di Melbourne University.
Paginya, saya packing duluan karena memang saya akan segera pulang ke Serang. Ilham bilang akan pulang pada siang hari. Beres packing semua barang, saya mengucapkan kata maaf kalau ada hal yang membuatnya tidak enak hati.
Mungkin saja ada ucapan dan perbuatan saya menyinggung perasaannya. Yang jelas saya tidak ingin ada hal-hal tidak beres dibawa pulang ke Serang. Kami saling mendoakan dan seraya terus menerus mengucapkan maaf. Setelah itu saya berpamitan.
"Kang abdi payunan nyah (Kang saya duluan, ya)." Begitulah kata saya sambil menutup pintu kamar.*
Serang, 19 Mei 2024
Tags
Feature